Perencanaan Bahasa


BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang masalah
Perencanaan bahasa sangat penting sebagai usaha bukan saja untuk melestarikan pengarahan bahasa, tetapi juga untuk menghilangkan konflik-konflik bahasa. Konflik bahasa dapat mengakibatkan konflik fisik yang pada gilirannya mengganggu stabilitas ketahanan nasional suatu bangsa. Kita melihat, bahwa bahasa berwujud dalam pemakaian baik secara lisan maupun tertulis yang dihasilkan oleh setiap penutur bahasa yang bersangkutan. Oleh karena itu, bahasa menyangkut kepentingan semua penutur bahasa, maka sepantasnya kalau persoalan bahasa memerlukan perencanaan yang matang. Perencanaan bahasa memuat kebijaksanaan, pengarahan, dan dampak perencanaan itu sendiri.
Berdasarkan keterangan di atas, kami sengaja membahas masalah tentang perencanaan bahasa dan seluk beluknya. Siapa saja yang terlibat dalam perencanaan bahasa, apa saja sasaran, aspek-aspek, jenis masalah, hambatan, serta evaluasi perencanaan bahasa yang telah saya buat dalam bentuk sebuah makalah sederhana.
B. Tujuan dan Manfaat
Tujuan penyusunan makalah ini adalah untuk :
1. Menjelaskan materi perencanaan bahasa.
2. Menjelaskan pihak-pihak yang terlibat dalam perencanaan bahasa..
3. Mengidentifikasi sasaran perencanaan bahasa.
4. Mengidentifikasi aspek-aspek perencanaan bahasa.
5. Mengidentifikasi jenis masalah perencanaan bahasa.
6. Mengidentifikasi hambatan-hambatan perencanaan bahasa.
7. Menjelaskan evaluasi perencanaan bahasa.


















BAB I
PENDAHULUAN
1. Materi Perencanaan Bahasa
Negara-negara yang multilingual, multikultural, dan multirasial menurut Chaer dan Agustina ( 1955 ) untuk menjamin kelangsungan komunikasi kebangsaan perlu dilakukan suatu perencanaan bahasa ( language planning ) yang harus dimulai dengan kebijaksanaan bahasa ( language policy ). Misalnya, seperti Indonesia, Singapura, Filipina, Malaysia, dan India merupakan negara yang multilingual, multirasial, dan multikultural yang memerlukan adanya kebijakan bahasa agar pemilihan atau penentuan bahasa tertentu sebagai alat komunikasi tidak menimbulkan gejolak politik yang dikhawatirkan dapat menggoyahkan kehidupan bangsa di negara tersebut.
Berikut ini adalah pengertian perencanaan bahasa menurut para ahli.
1. Menurut Nababan ( 1984 : 56 ) perencanaan bahasa adalah penggarapan bentuk-bentuk bahasa dalam masyarakat.
2. Menurut Jernudd dan Das Gupta dalam Nababan ( 1984 ) perencanaan bahasa adalah kegiatan politis dan administratif untuk menyelesaikan persoalan bahasa dalam masyarakat.
3. Menurut Alwasilah ( 1997 ) perencanaan bahasa adalah sebagai upaya yang disengaja untuk memfungsikan (ragam ) bahasa ( lokal, nasional, regional, global ) untuk memenuhi tujuan politik.
4. Menurut Weinstein dalam Wardhaugh ( 1992 : 346 ) perencanaan bahasa adalah suatu perintah untuk memberikan kuasa, menyokong dengan penuh untuk menentukan fungsi-fungsi bahasa dalam masyarakat dengan tujuan menyelesaikan berbagai persoalan dalam komunikasi.
5. Menurut Haugen dalam Sumarsono ( 2002 ) perencanaan bahasa adalah usaha untuk membimbing perkembangan bahasa ke arah yang diinginkan oleh perencana.
6. Menurut Crystal ( 1994 ) perencanaan bahasa adalah kreasi dan implementasi dari kebijakan sebuah pemerintahan tentang bagaimana bahasa-bahasa itu dan variasi dari bahasa digunakan dalam sebuah bahasa.
Dari beberapa pendapat di atas dapat dilihat bahwa berbagai istilah dengan berbagai variasi pengertian tentang perencanaan bahasa; namun, ada satu kesamaan, yaitu sama-sama berusaha untuk membuat penggunaan bahasa atau bahasa-bahasa dalam satu negara di masa depan menjadi lebih baik dan terarah.
Kemudian yang menjadi pertanyaan sekarang adalah “ Mengapa bahasa perlu perencanaan ? Menurut labov : 1972 : 183 ) bahasa adalah bentuk tingkah laku sosial. Bahasa dipergunakan oleh manusia untuk berkomunikasi, dalam komunikasi ini terjadi perbenturan sehingga muncul konflik-konflik, sekalipun konflik itu bukan bahasa. Kiranya telah kita maklumi bahasalah yang mempertajam konflik itu. Kita sering menyaksikan dengan sebuah kata saja dapat terjadi konflik fisik. Jadi bahasa itu direncanakan karena ingin memperkecil konflik bahasa itu. Kalau perencanaannya tidak matang, pasti malapetaka yang muncul.
Dengan demikian, bidang kebahasaan yang perlu direncanakan adalah :
a. Pemantapan bahasa sesuai dengan fungsinya. Misalnya suatu bahasa hanya berfungsi sebagai alat komunikasi di lingkungan keluarga. Dengan demikian, bahasa tersebut tak perlu diajarkan di sekolah. Akibatnya tak perlu perencanaan yang dihubungkan dengan pendidikan kebahasaan yang melewati pendidikan formal.
b. Bahasa sebagai lingua franca.
c. Penerimaan penutur bahasa untuk ikut membantu kebijaksanaan pemerintah dalam kebahasaan.
d. Pendidikan dan pengajaran kebahasaan di dalam dan di luar lembaga-lembaga pendidikan.
e. Ketenagaan yang akan menangani masalah-masalah kebahasaan.
f. Penggalian sumber dana.
g. Kerja sama dengan lembaga atau perseorangan yang tidak menangani langsung bidang kebahasaan.
2. Pihak yang terlibat dalam perencanaan bahasa
Saat ini pihak yang terlibat dalam perencanaan bahasa di Indonesia adalah Pusat Pengembangan dan Pembinaan Bahasa yang berdiri sejak 01 April 1975. Kemudian namanya berubah pada tahun 2000 menjadi Pusat Bahasa yang tugasnya sebagai pelaksana kebijakan di bidang penelitian dan pengembangan bahasa. Lembaga ini di bawah naungan Departemen Pendidikan dan Kebudayaan yang juga dibantu oleh departemen lain. Namun, walaupun ada lembaga formal yang menangani perencanaan bahasa, sesungguhnya menurut Pateda ( 1987 : 95 ), perencanaan bahasa menjadi tanggung jawab 4 komponen, yaitu :
1. Para ahli bahasa
2. Pemerintah
3. Guru Bahasa
4. Masyarakat penutur bahasa yang bersangkutan
3. Sasaran perencanaan bahasa
Dari berbagai kajian dapat kita lihat sasaran perencanaan bahasa ( yang dilakukan setelah menetapkan kestatusan bahasa nasional dan bahasa resmi kenegaraan ), yaitu :
1. Pembinaan dan pengembangan bahasa yang direncanakan ( sebagai bahasa nasional, bahasa resmi kenegaraan, dan sebagainya ), dan
2. Khalayak di dalam masyarakat yang diharapkan akan menerima dan menggunakan saran yang diusulkan dan ditetapkan.
Jika sasarannya adalah bahasa atau korpus bahasa yang akan dibina dan dikembangkan, maka sasaran itu dapat menjadi bermacam-macam, antara lain: pengembangan sandi bahasa di bidang peristilahan, dibidang pemekaran ragam wacana, dan sebagainya. Selain itu, dapat juga direncanakan pembinaan pemakaian bahasa dibidang pengajaran dan penyuluhan, dapat juga direncanakan untuk “ membangkitkan “ kembali bahasa lama ( yang tidak digunakan lagi ) untuk digunakan kembali, seperti yang dilakukan oleh negara Irlandia dan Israel.
Dan jika sasaran perencanaan itu adalah khalayak di dalam masyarakat, maka perencanaan itu, antara lain dapat diarahkan kepada golongan penutur asli atau yang bukan penutur asli, kepada yang masih bersekolah, kepada kaum guru pada semua jenjang pendidikan, kepada khalayak dalam kelompok di bidang komunikasi media massa ( majalah, surat kabar, televisi, film, dan sebagainya ), juga kepada kelompok-kelompok sosial lain yang ada di dalam masyarakat.
4. Aspek-aspek perencanaan
Menurut pengamatan Ferguson ( 1968 ) dalam hal perencanaan bahasa, aspek-aspek yang akan dilaksanakan sebagai tujuan perencanaan adalah :
1. Pembakuan ( standarisasi )
2. Modernisasi ( intelektualisasi )
3. Grafisasi ( tulisan dan ejaan )
Bahasa-bahasa baru yang diserahi fungsi-fungsi kemasyarakatan yang baru akan memerlukan penggarapan-penggarapan tertentu agar bahasa itu dapat memenuhi fungsi kemasyarakatan yang diharapkan oleh bahasa itu ( Nababan,1985:59-60 ). Tentunya salah satu yang diperlukan ialah pembakuan (standarisasi ), tujuannya agar ada kesamaan penggunaan oleh semua pemakai bahasa tersebut, yang diawali oleh pembakuan ejaan, yakni cara penulisan kata-kata dan kalimat-kalimat dari bahasa itu supaya ada pengertian yang cukup tinggi dari pemakainya. Langkah berikutnya adalah penyebarannya, maksudnya mengumumkan dan membuat orang untuk memakai dan mempelajarinya. Hal ini bisa dilakukan secara formal melalui sekolah-sekolah dan buku-buku serta secara informal melalui media massa, seperti koran, majalah, dan sebagainya ( Jeppersen, 1964; Nababan, 1985 ). Setelah diawali pembakuan ejaan, pembakuan berikutnya adalah pembakuan istilah. Kemudian pembakuan berikutnya adalah tata bahasa.
5. Jenis masalah perencanaan bahasa
Adapun jenis-jenis masalah atau kendala yang sering timbul dalam perencanaan bahasa antara lain :
1. Dari segi bahasa
Terlihat bahwa pembakuan ejaan, kosa kata dan istilah serta tata bahasa yang selama ini agaknya masih mengandung kelemahan sebagai bahasa baku, terutama masalah relevansinya dengan kebutuhan warga masyarakat Indonesia dan kebutuhan pembangunan.
2. Dari segi warga pemakai bahasa Indonesia
Sikap sebagian warga rakyat Indonesia yang bangga menggunakan bahasa asing, terutama bahasa Inggris, tetapi kurang bangga menggunakan bahasa Indonesia merupakan kelemahan dalam pengimplementasian hasil-hasil pembakuan bahasa Indonesia selama ini.
3. Dari segi pelaksana
Status dan wibawa Pusat Pembinaan dan Pengembangan bahasa hingga sekarang masih mengandung berbagai kelemahan sebagai pusat nasional pembinaan dan pengembangan bahasa di Indonesia pada umumnya dan pembakuan bahasa Indonesia pada khususnya, terutama dalam masalah pemerataan kegiatan dan hasil kegiatan pembinaan dan pengembangan bahasa serta dalam hal pengolahan tenaga dan sumber daya lain.
4. Dari segi proses perencanaan bahasa
Proses perencanaan pembakuan bahasa Indonesia agaknya masih mengandung kelemahan dlam hal pengawasan, penilaian, dan pengukuhan.
6. Hambatan-hambatan perencanaan bahasa
Suatu rencana pasti akan mengalami hambatan dalam pelaksanaannya. Hambatan boleh saja terjadi ketika perencanaan sedang disusun, bahkan ketika suatu rencana sedang dilaksanakan. Hambatan-hambatan itu meliputi :
a. Pemegang tampuk kebijakan
b. Sikap penutur bahasa
c. Dana
d. Ketenagaan
Kadang rencana yang telah disusun mendapat hambatan dari pemegang tampuk kebijakan pada masalah yang berbeda. Maksudnya, pemegang tampuk kebijakan yang bukan berurusan dengan persoalan kebahasaan. Misalnya di Indonesia, lembaga yang diserahi tugas untuk menentukan garis kebijakan kebahsaan adalah departemen pendidikan dan kebudayaan, dalam hal ini pusat pembinaan dan pengembangan bahasa.
Sikap penutur bahasa sangat menentukan kebijakan bahasa. Sebab, apapun yang ditetapkan oleh para ahli, apapun yang ditentukan oleh departemen, penutur bahasalah yang akhirnya menentukan. Penutur bahasalah yang mempergunakan bahasa dalam kehidupan sehari-hari. Untuk itu, sikap penutur bahasa harus diubah dari sikap negatif ke sikap positif. Sikap negatif misalnya tercermin dari sikap tidak mau tahu tentang garis kebijakan yang sedang dijalankan. Sikap negatif tercermin pula dari ucapan bahwa persoalan kebahasaan hanya tanggung jawab pemerintah dan ahli bahasa. Sikap-sikap sepertini sangat menghambat perencanaan dan kebijakan bahasa.
Suatu rencana juga memerlukan dana dan fasilitas. Tanpa dana tak terlalu banyak yang dapat dibuat. Namun, perlu diingatkan tanpa dana pun masih ada yang dapat dibuat. Dana boleh saja berasal dari pemerintah, tetapi boleh juga dari perseorangan, yayasan, dan sebagainya. Hanya yang perlu dipersoalkan ialah pemanfaatan dana yang disediakan.
Akhirnya kesulitan yang didapati dalam pelaksanaan perencanaan bahasa ialah faktor ketenagaan. Tenaga yang terlatih menangani soal-soal kebahasaan baik dari segi kuantitas maupun kualitas sangat kurang mengingat bahasa yang ditangani terlalu banyak. Penanganan ketenagaan menyangkut pula keamanan dan kesejahteraan tenaga-tenaga tersebut agar dapat melaksanakan tugas pengabdiannya dengan baik. Banyak tenaga yang mempunyai profesi dalam kebahasaan, tetapi tidak tertarik dalam persoalan kebahasaan karena keamanan dan kesejahteraan mereka tidak terjamin. Untuk itu masalah ketenagaan kebahasaan harus dikaitkan dengan persoalan keamanan dan kesejahteraan mereka.
7. Evaluasi perencanaan bahasa
Dalam tulisan yang berjudul “ Evaluation and language Planning “ ( dalam fishman.(ed.), 1972:476-510 ), Joan Rubin menyatakan bahwa perencanaan bahasa merupakan suatu kegiatan yang berlangsung secara berkesinambungan sebab bahasa yang dijadikan objeknya selalu berubah dan berkembang sejalan dengan perubahan dan kemajuan masyarakat pemakainya. Oleh karena itu, program perencanaan bahasa juga senantiasa berubah, baik dalam hal penentuan sasaran maupun alternatif strategi implementasinya. Sehubungan dengan hal ini, Rubin menyarankan agar penilaian terhadap program perencanaan bahasa dilihat sebagai proses yang berkesinambungan.
Selanjutnya, Rubin mengajukan pendapat mengenai tehnik penilaian yang dibagi atas beberapa tahap. Tahap pertama adalah pengumpulan data. Dalam hal ini, penilai dapat membantu pihak perencana mengidentifikasi bila ada masalah yang dihadapi. Tahap kedua aadalah perencanaan. Dalam hal ini, penilai dapat membantu penyusunan atau perumusan sasaran, strategi, dan hasil yang harus dicapai. Di samping itu, pihak penilai dapat ikut merumuskan kriteria yang dapat membandingkan pengaruh serta akibat dari berbagai sasaran dan strategi yang dipilih. Kriteria ini pulalah yang nantinya akan berguna untuk menentukan urutan prioritas sasaran dan strategi yang dapat dipilih. Tahap ketiga adalah implementasi. Dalam tahap ini, data pemonitoran dikumpulkan untuk membandingkan hasil akhir yang nyata dengan hasil akhir yang diramalkan sebelumnya. Tahap keempat adalah pengolahan dan balikan. Dalam tahap ini, seorang penilai dapat membantu perencanaan bahasa dalam perumusan tolak ukur untuk menilai berhasil tidaknya usaha itu.

A.  Kebijaksanaan Bahasa
Kebijaksanaan bahasa merupakan usaha kenegaraan suatu bangsa untuk menentukan dan menetapkan dengan tepat fungsi dan status suatu bahasa. Kebijaksanaan bahasa mengikuti rumusan yang disepakati dalam seminar Politik Bahasa Nasional yang diadakan di Jakarta pada 1975 yang mengacu pada pertimbangan konseptual dan politis untuk memberikan perencanaan, pengarahan dan menetapkan ketentuan-ketentuan yang dipakai sebagai dasar pengolahan keseluruhan masalah kebahasaan yang dihadapi oleh suatu bangsa secara nasional (Halim, 1976). Jadi kebijaksanaan merupakan satu pegangan yang bersifat nasional yang mempunyai tujuan akhir, yakni sebagai alat komunikasi verbal yang dapat digunakan secara tepat diseluruh negara dan dapat diterima oleh segenap warga secara lingual, etnis, dan kultur yang berbeda.
Masalah-masalah kebahasaan yang dihadapi setiap negara tidak sama, sebab bergantung pada situasi kebahasaan yang ada pada negara itu. Negara yang sudah memiliki sejarah kebahasaan yang cukup, dan di dalam negara itu hanya ada satu bahasa saja (meskipun dengan sekian dialek dan ragamnya) cenderung tidak mempunyai masalah kebahasaan yang serius. Misalnya, Saudi Arabia, Jepang, Belanda, dan Inggris. Tetapi di negara-negara yang terbentuk, dan memiliki sekian banyak bahasa daerah akan memiliki persoalah kebahasaan yang cukup seriu, dan mempunyai kemungkinan timbulnya gejolak sosial politik.

Peristiwa pengangkata Bahasa Inidonesia yang terjadi pada tanggal 28 Oktober 1928 dalam peristiwa Sumpah Pemuda dan penetapan Bahasa Indonesia menjadi bahasa negara dalam Undang Undang Dasar 1945 itu tidak menimbulkan masalah atau reaksi negatif dari suku-suku bangsa lain di Indonesia, meskipun jumlah penuturnya lebih banyak.Oleh karena itu para pengambil keputusan dalam menentukan kebijaksanaan bahasa yang menetapkan fungsi-fungsi bahasa Indonesia, bahasa daerah, dan bahasa asing dapat melakukannya degan baik. Bahasa Indonesia ditetapkan sesuai dengan kedudukannya, sebagai bahasa nasional dan bahasa negara, sebagai lambang kebanggaan nasional, dan sebagai alat komunikasi nasional kenegaraan atau intrabangsa: bahasa derah berfungsi sebagai lambang kedaerahan dan alat komunikasi intrasuku: sedangkan bahasa asing berfungsi sebagau alat komunikasi antar-bangsa dan alat penambah ilmu pengetahuan.
Keperluan suatu negara untuk memiliki sebuah bahasa yang menjadi identitas nasionalnya dan satu bahasa, atau lebih, yang menjadi bahasa resmi kenegaraan tidak selalu bisa dipenuhi oleh bahasa-bahasa asli pribumi: Filipina dapat memenuhi sebagian; sdangkan Somalia tidak dapat sama sekali. Berkenaan dengan itu, dalam perencanaan bahasa dikenal adanya negara tipe endoglosik, seperti indonesia; tipe eksologsik-endoglosik, seperti Filipina; dan tipe eksologsik seperti Somalia. Lebih lanjut lihat bagan yang diangat dari Moeliono 1983.

Negara Tipe Endoglosik
No
Negara
Bahasa Nasional
Bahasa resmi kenegaraan
Bahasa resmi kedaerahan
1
2
3
4

5
Indonesia
Malaysia
Thailand
Belgia

R.R.China
Indonesia
Malaysia
--
--

Putunghua
Indonesia
Malaysia 1
Thai
Belanda
Perancis
Putunghua 2
--
--
--
--

--

Keterangan:
1.      Antara tahun 1957, tahun proklamasi kemerdekaan persekutuan Tanah Melayu, sampai tahun 1967 bahasa Melayu dan bahasa Inggris merupakan bahasa resmi di Malaysia. Sejak tahun 1967 hanya bahasa Malaysia yang menjadi bahasa resmi.
2.      Putunghua (bahasa bersama) adalah bahasa nasional China sejak tahun 1955. Di Taiwan disebut Guoyu (bahasa nasional). Putunghua berdasar pada bahasa bahasa China Utara dan bahasa China dialek kota Beijing.

Negara Tipe Eksoglosik-Endoglosik
No
Negara
Bahasa Nasional
Bahasa resmi kenegaraan
Bahasa resmi kedaerahan
1


2



3



4

5
Filipina


India



Singapura



Tanzania

Ethiopia
Pilipino 1


Hindi



Melayu



Swahili

Amhar
Pilipino
Inggris
Spanyol 2
Hindi
Inggris


Melayu
Mandarin
Tamil
Inggris
Swahili
Inggris
Amhar
Inggris
--


(sebelas bahasa berdasarkan konstitusi, a.l. telugu, Tamil, dan benggali)
--



--

--


Keterangan:
1.      Antara tahun 1946-1972 nama bahasa nasional Filipina adalah Pilipino (dengan huruf P) yang berdasarkan pada bahasa Tagalog lalu setelah itu diubah menjadi Filipino, yang diusahakan berdasarkan unsur semua bahasa daerah yang ada di Filipina.
2.      Bahasa Spanyol hanya menjadi bahasa resmi antara tahun 1946-172, setelah itu tdak lagi.

Negara Tipe Eksoglosik
No
Negara
Bahasa Nasional
Bahasa resmi kenegaraan
Bahasa resmi kedaerahan
1

2
3
4
5
6

7

8
9
10
Somalia

Haiti
Senegal
Liberia
Mauritania
Sudan

Papua
Nugini
Nigeria
Ghana
R.R. Kongo
Somalia
Arab
Kreol
Wolof
--
Arab
Arab

Tok Pisin
Hiri Mott
--
Prancis
--
Inggris
Italia
Prancis
Prancis
Inggris
Prancis
Inggris (lalu diganti Arab)
Inggris

Inggris
Inggris
Prancis
--

--
--
--
--
--
--
--

Hausa
--
Kituba
Luba
Lingala
Swahili

Tujuan kebijaksanaan bahasa ialah berlangsungnya komunikasi kenegaraan dan komunikasi intrabangsa dengan baik, tanpa menimbulkan gejolak sosial dan emosional yang dapat mengganggu stabilitas bangsa. Chaer dan Agustina (1995) menjelaskan, bahwa kebijaksanaan untuk mengangkat satu bahasa tertentu sebagai bahasa nasional sekaligus sebagai bahasa negara boleh saja dilakukan asalkan tidak membuat bahasa lain ang ada dalam negara itu menjadi tersisish atau membuat penuturnya menjadi resah sehingga akhirnya dapat menimbulkan gejolak sosial. Selain itu kebijaksanaan bahasa harus pula memberi pengarahan terhadap pengolahan materi bahasa yang biasa disebut korpus bahasa. Korpus bahasa menyangkut semua komponen bahasa, yaitu fonologi, morfologi, sintaksis, kosakata, dan sistem semantik.






BAB III
PENUTUP
A.        Kesimpulan
            Telah kita lihat bahwa perencanaan bahasa tidaklah selalu terencana sebagaimana orang merencanakan suatu usaha. Namun ada usaha-usaha perorangan atau kelompok manusia yang secara sadar atau tidak sadar mempengaruhi bentuk serta fungsi suatu bahasa. Saat ini pihak yang terlibat dalam perencanaan bahasa di Indonesia adalah Pusat Pengembangan dan Pembinaan Bahasa yang berdiri sejak 01 April 1975. Kemudian namanya berubah pada tahun 2000 menjadi Pusat Bahasa yang tugasnya sebagai pelaksana kebijakan di bidang penelitian dan pengembangan bahasa. sasaran perencanaan bahasa yaitu Pembinaan dan pengembangan bahasa yang direncanakan ( sebagai bahasa nasional, bahasa resmi kenegaraan, dan sebagainya ), dan Khalayak di dalam masyarakat yang diharapkan akan menerima dan menggunakan saran yang diusulkan dan ditetapkan. aspek-aspek yang akan dilaksanakan sebagai tujuan perencanaan adalah Pembakuan ( standarisasi ), Modernisasi ( intelektualisasi ), Grafisasi ( tulisan dan ejaan. Adapun jenis-jenis masalah atau kendala yang sering timbul dalam perencanaan bahasa antara lain Dari segi bahasa, Dari segi warga pemakai bahasa Indonesia, Dari segi pelaksana, Dari segi proses perencanaan bahasa. Suatu rencana pasti akan mengalami hambatan dalam pelaksanaannya. Hambatan boleh saja terjadi ketika perencanaan sedang disusun, bahkan ketika suatu rencana sedang dilaksanakan. Hambatan-hambatan itu meliputi Pemegang tampuk kebijakan, Sikap penutur bahasa, Dana, dan Ketenagaan.




1 komentar:

Unknown mengatakan...

Min gabad referensinya?

Posting Komentar

 

Miko Hidayat Blog Copyright © 2011-2012 | Powered by Blogger