BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang masalah
Perencanaan bahasa sangat penting
sebagai usaha bukan saja untuk melestarikan pengarahan bahasa, tetapi juga
untuk menghilangkan konflik-konflik bahasa. Konflik
bahasa dapat mengakibatkan konflik fisik yang pada gilirannya mengganggu stabilitas ketahanan nasional suatu bangsa. Kita
melihat, bahwa bahasa berwujud dalam pemakaian
baik secara lisan maupun tertulis yang dihasilkan oleh setiap penutur bahasa
yang bersangkutan. Oleh karena itu, bahasa menyangkut kepentingan semua penutur
bahasa, maka sepantasnya kalau persoalan bahasa memerlukan perencanaan yang
matang. Perencanaan bahasa memuat kebijaksanaan, pengarahan, dan dampak
perencanaan itu sendiri.
Berdasarkan keterangan di atas,
kami sengaja membahas masalah tentang perencanaan bahasa dan seluk beluknya.
Siapa saja yang terlibat dalam perencanaan bahasa, apa saja sasaran,
aspek-aspek, jenis masalah, hambatan, serta evaluasi perencanaan bahasa yang
telah saya buat dalam bentuk sebuah makalah sederhana.
B. Tujuan dan Manfaat
Tujuan penyusunan makalah ini
adalah untuk :
1. Menjelaskan materi perencanaan
bahasa.
2. Menjelaskan pihak-pihak yang
terlibat dalam perencanaan bahasa..
3. Mengidentifikasi sasaran
perencanaan bahasa.
4. Mengidentifikasi aspek-aspek
perencanaan bahasa.
5. Mengidentifikasi jenis masalah
perencanaan bahasa.
6. Mengidentifikasi
hambatan-hambatan perencanaan bahasa.
7. Menjelaskan evaluasi
perencanaan bahasa.
BAB I
PENDAHULUAN
1. Materi Perencanaan Bahasa
Negara-negara yang multilingual, multikultural, dan
multirasial menurut Chaer dan Agustina ( 1955 ) untuk menjamin kelangsungan
komunikasi kebangsaan perlu dilakukan suatu perencanaan bahasa ( language
planning ) yang harus dimulai dengan kebijaksanaan bahasa ( language policy ).
Misalnya, seperti Indonesia, Singapura, Filipina, Malaysia, dan India merupakan
negara yang multilingual, multirasial, dan multikultural yang memerlukan adanya
kebijakan bahasa agar pemilihan atau penentuan bahasa tertentu sebagai alat
komunikasi tidak menimbulkan gejolak politik yang dikhawatirkan dapat
menggoyahkan kehidupan bangsa di negara tersebut.
Berikut ini adalah pengertian perencanaan bahasa
menurut para ahli.
1. Menurut Nababan ( 1984 : 56 ) perencanaan bahasa adalah penggarapan
bentuk-bentuk bahasa dalam masyarakat.
2. Menurut Jernudd dan Das Gupta dalam Nababan ( 1984 )
perencanaan bahasa adalah kegiatan politis dan administratif untuk
menyelesaikan persoalan bahasa dalam masyarakat.
3. Menurut Alwasilah ( 1997 ) perencanaan bahasa adalah
sebagai upaya yang disengaja untuk memfungsikan (ragam ) bahasa ( lokal,
nasional, regional, global ) untuk memenuhi tujuan politik.
4. Menurut Weinstein dalam
Wardhaugh ( 1992 : 346 ) perencanaan bahasa adalah suatu perintah untuk
memberikan kuasa, menyokong dengan penuh untuk menentukan fungsi-fungsi bahasa
dalam masyarakat dengan tujuan menyelesaikan berbagai persoalan dalam
komunikasi.
5. Menurut Haugen dalam Sumarsono ( 2002 ) perencanaan
bahasa adalah usaha untuk membimbing perkembangan bahasa ke arah yang
diinginkan oleh perencana.
6. Menurut Crystal ( 1994 )
perencanaan bahasa adalah kreasi dan implementasi dari kebijakan sebuah
pemerintahan tentang bagaimana bahasa-bahasa itu dan variasi dari bahasa
digunakan dalam sebuah bahasa.
Dari beberapa pendapat di atas dapat dilihat bahwa
berbagai istilah dengan berbagai variasi pengertian tentang perencanaan bahasa;
namun, ada satu kesamaan, yaitu sama-sama berusaha untuk membuat penggunaan
bahasa atau bahasa-bahasa dalam satu negara di masa depan menjadi lebih baik
dan terarah.
Kemudian yang menjadi pertanyaan sekarang adalah “
Mengapa bahasa perlu perencanaan ? Menurut labov : 1972 : 183 ) bahasa adalah
bentuk tingkah laku sosial. Bahasa dipergunakan oleh manusia untuk
berkomunikasi, dalam komunikasi ini terjadi perbenturan sehingga muncul konflik-konflik,
sekalipun konflik itu bukan bahasa. Kiranya telah kita maklumi bahasalah yang
mempertajam konflik itu. Kita sering menyaksikan dengan sebuah kata saja dapat
terjadi konflik fisik. Jadi bahasa itu direncanakan karena ingin memperkecil
konflik bahasa itu. Kalau perencanaannya tidak matang, pasti malapetaka yang
muncul.
Dengan demikian, bidang
kebahasaan yang perlu direncanakan adalah :
a. Pemantapan bahasa sesuai dengan fungsinya. Misalnya suatu bahasa hanya
berfungsi sebagai alat komunikasi di lingkungan keluarga. Dengan demikian,
bahasa tersebut tak perlu diajarkan di sekolah. Akibatnya tak perlu perencanaan
yang dihubungkan dengan pendidikan kebahasaan yang melewati pendidikan formal.
b. Bahasa sebagai lingua franca.
c. Penerimaan penutur bahasa untuk ikut membantu kebijaksanaan pemerintah
dalam kebahasaan.
d. Pendidikan dan pengajaran kebahasaan di dalam dan di luar lembaga-lembaga
pendidikan.
e. Ketenagaan yang akan menangani masalah-masalah kebahasaan.
f. Penggalian sumber dana.
g. Kerja sama dengan lembaga atau perseorangan yang tidak menangani
langsung bidang kebahasaan.
2. Pihak yang terlibat dalam perencanaan bahasa
Saat ini pihak yang terlibat dalam perencanaan bahasa
di Indonesia adalah Pusat Pengembangan dan Pembinaan Bahasa yang berdiri sejak
01 April 1975. Kemudian namanya berubah pada tahun 2000 menjadi Pusat Bahasa
yang tugasnya sebagai pelaksana kebijakan di bidang penelitian dan pengembangan
bahasa. Lembaga ini di bawah naungan Departemen Pendidikan dan Kebudayaan yang
juga dibantu oleh departemen lain. Namun, walaupun ada lembaga formal yang
menangani perencanaan bahasa, sesungguhnya menurut Pateda ( 1987 : 95 ),
perencanaan bahasa menjadi tanggung jawab 4 komponen, yaitu :
1. Para ahli bahasa
2. Pemerintah
3. Guru Bahasa
4. Masyarakat penutur bahasa yang bersangkutan
3. Sasaran perencanaan bahasa
Dari berbagai kajian dapat kita lihat sasaran
perencanaan bahasa ( yang dilakukan setelah menetapkan kestatusan bahasa
nasional dan bahasa resmi kenegaraan ), yaitu :
1. Pembinaan dan
pengembangan bahasa yang direncanakan ( sebagai bahasa nasional, bahasa resmi
kenegaraan, dan sebagainya ), dan
2. Khalayak di dalam masyarakat yang diharapkan akan
menerima dan menggunakan saran yang diusulkan dan ditetapkan.
Jika sasarannya adalah bahasa atau korpus bahasa yang
akan dibina dan dikembangkan, maka sasaran itu dapat menjadi bermacam-macam,
antara lain: pengembangan sandi bahasa di bidang peristilahan, dibidang
pemekaran ragam wacana, dan sebagainya. Selain itu, dapat juga direncanakan
pembinaan pemakaian bahasa dibidang pengajaran dan penyuluhan, dapat juga
direncanakan untuk “ membangkitkan “ kembali bahasa lama ( yang tidak digunakan
lagi ) untuk digunakan kembali, seperti yang dilakukan oleh negara Irlandia dan
Israel.
Dan jika sasaran perencanaan itu adalah khalayak di
dalam masyarakat, maka perencanaan itu, antara lain dapat diarahkan kepada
golongan penutur asli atau yang bukan penutur asli, kepada yang masih
bersekolah, kepada kaum guru pada semua jenjang pendidikan, kepada khalayak
dalam kelompok di bidang komunikasi media massa ( majalah, surat kabar,
televisi, film, dan sebagainya ), juga kepada kelompok-kelompok sosial lain
yang ada di dalam masyarakat.
4. Aspek-aspek perencanaan
Menurut pengamatan Ferguson ( 1968 ) dalam hal
perencanaan bahasa, aspek-aspek yang akan dilaksanakan sebagai tujuan
perencanaan adalah :
1. Pembakuan ( standarisasi )
2. Modernisasi ( intelektualisasi )
3. Grafisasi ( tulisan dan ejaan )
Bahasa-bahasa baru yang diserahi fungsi-fungsi
kemasyarakatan yang baru akan memerlukan penggarapan-penggarapan tertentu agar
bahasa itu dapat memenuhi fungsi kemasyarakatan yang diharapkan oleh bahasa itu
( Nababan,1985:59-60 ). Tentunya salah satu yang diperlukan ialah pembakuan
(standarisasi ), tujuannya agar ada kesamaan penggunaan oleh semua pemakai
bahasa tersebut, yang diawali oleh pembakuan ejaan, yakni cara penulisan
kata-kata dan kalimat-kalimat dari bahasa itu supaya ada pengertian yang cukup
tinggi dari pemakainya. Langkah berikutnya adalah penyebarannya, maksudnya
mengumumkan dan membuat orang untuk memakai dan mempelajarinya. Hal ini bisa
dilakukan secara formal melalui sekolah-sekolah dan buku-buku serta secara
informal melalui media massa, seperti koran, majalah, dan sebagainya ( Jeppersen,
1964; Nababan, 1985 ). Setelah diawali pembakuan ejaan, pembakuan berikutnya
adalah pembakuan istilah. Kemudian pembakuan berikutnya adalah tata bahasa.
5. Jenis masalah perencanaan bahasa
Adapun jenis-jenis masalah atau kendala yang sering
timbul dalam perencanaan bahasa antara lain :
1. Dari segi bahasa
Terlihat bahwa pembakuan ejaan, kosa kata dan istilah
serta tata bahasa yang selama ini agaknya masih mengandung kelemahan sebagai
bahasa baku, terutama masalah relevansinya dengan kebutuhan warga masyarakat
Indonesia dan kebutuhan pembangunan.
2. Dari segi warga pemakai bahasa Indonesia
Sikap sebagian warga rakyat Indonesia yang bangga
menggunakan bahasa asing, terutama bahasa Inggris, tetapi kurang bangga
menggunakan bahasa Indonesia merupakan kelemahan dalam pengimplementasian
hasil-hasil pembakuan bahasa Indonesia selama ini.
3. Dari segi pelaksana
Status dan wibawa Pusat Pembinaan dan Pengembangan
bahasa hingga sekarang masih mengandung berbagai kelemahan sebagai pusat
nasional pembinaan dan pengembangan bahasa di Indonesia pada umumnya dan
pembakuan bahasa Indonesia pada khususnya, terutama dalam masalah pemerataan
kegiatan dan hasil kegiatan pembinaan dan pengembangan bahasa serta dalam hal
pengolahan tenaga dan sumber daya lain.
4. Dari segi proses perencanaan bahasa
Proses perencanaan pembakuan bahasa Indonesia agaknya masih mengandung
kelemahan dlam hal pengawasan, penilaian, dan pengukuhan.
6. Hambatan-hambatan perencanaan bahasa
Suatu rencana pasti akan mengalami hambatan dalam
pelaksanaannya. Hambatan boleh saja terjadi ketika perencanaan sedang disusun,
bahkan ketika suatu rencana sedang dilaksanakan. Hambatan-hambatan itu meliputi
:
a. Pemegang tampuk kebijakan
b. Sikap penutur bahasa
c. Dana
d. Ketenagaan
Kadang rencana yang telah disusun mendapat hambatan
dari pemegang tampuk kebijakan pada masalah yang berbeda. Maksudnya, pemegang
tampuk kebijakan yang bukan berurusan dengan persoalan kebahasaan. Misalnya di
Indonesia, lembaga yang diserahi tugas untuk menentukan garis kebijakan
kebahsaan adalah departemen pendidikan dan kebudayaan, dalam hal ini pusat
pembinaan dan pengembangan bahasa.
Sikap penutur bahasa sangat menentukan kebijakan
bahasa. Sebab, apapun yang ditetapkan oleh para ahli, apapun yang ditentukan
oleh departemen, penutur bahasalah yang akhirnya menentukan. Penutur bahasalah
yang mempergunakan bahasa dalam kehidupan sehari-hari. Untuk itu, sikap penutur
bahasa harus diubah dari sikap negatif ke sikap positif. Sikap negatif misalnya
tercermin dari sikap tidak mau tahu tentang garis kebijakan yang sedang
dijalankan. Sikap negatif tercermin pula dari ucapan bahwa persoalan kebahasaan
hanya tanggung jawab pemerintah dan ahli bahasa. Sikap-sikap sepertini sangat
menghambat perencanaan dan kebijakan bahasa.
Suatu rencana juga memerlukan dana dan fasilitas.
Tanpa dana tak terlalu banyak yang dapat dibuat. Namun, perlu diingatkan tanpa
dana pun masih ada yang dapat dibuat. Dana boleh saja berasal dari pemerintah,
tetapi boleh juga dari perseorangan, yayasan, dan sebagainya. Hanya yang perlu
dipersoalkan ialah pemanfaatan dana yang disediakan.
Akhirnya kesulitan yang didapati dalam pelaksanaan
perencanaan bahasa ialah faktor ketenagaan. Tenaga yang terlatih menangani
soal-soal kebahasaan baik dari segi kuantitas maupun kualitas sangat kurang
mengingat bahasa yang ditangani terlalu banyak. Penanganan ketenagaan
menyangkut pula keamanan dan kesejahteraan tenaga-tenaga tersebut agar dapat
melaksanakan tugas pengabdiannya dengan baik. Banyak tenaga yang mempunyai
profesi dalam kebahasaan, tetapi tidak tertarik dalam persoalan kebahasaan karena
keamanan dan kesejahteraan mereka tidak terjamin. Untuk itu masalah ketenagaan
kebahasaan harus dikaitkan dengan persoalan keamanan dan kesejahteraan mereka.
7. Evaluasi
perencanaan bahasa
Dalam tulisan yang berjudul “ Evaluation and language
Planning “ ( dalam fishman.(ed.), 1972:476-510 ), Joan Rubin menyatakan bahwa
perencanaan bahasa merupakan suatu kegiatan yang berlangsung secara
berkesinambungan sebab bahasa yang dijadikan objeknya selalu berubah dan
berkembang sejalan dengan perubahan dan kemajuan masyarakat pemakainya. Oleh
karena itu, program perencanaan bahasa juga senantiasa berubah, baik dalam hal
penentuan sasaran maupun alternatif strategi implementasinya. Sehubungan dengan
hal ini, Rubin menyarankan agar penilaian terhadap program perencanaan bahasa
dilihat sebagai proses yang berkesinambungan.
Selanjutnya, Rubin mengajukan pendapat mengenai tehnik
penilaian yang dibagi atas beberapa tahap. Tahap pertama adalah pengumpulan
data. Dalam hal ini, penilai dapat membantu pihak perencana mengidentifikasi
bila ada masalah yang dihadapi. Tahap kedua aadalah perencanaan. Dalam hal ini,
penilai dapat membantu penyusunan atau perumusan sasaran, strategi, dan hasil
yang harus dicapai. Di samping itu, pihak penilai dapat ikut merumuskan
kriteria yang dapat membandingkan pengaruh serta akibat dari berbagai sasaran
dan strategi yang dipilih. Kriteria ini pulalah yang nantinya akan berguna
untuk menentukan urutan prioritas sasaran dan strategi yang dapat dipilih.
Tahap ketiga adalah implementasi. Dalam tahap ini, data pemonitoran dikumpulkan
untuk membandingkan hasil akhir yang nyata dengan hasil akhir yang diramalkan
sebelumnya. Tahap keempat adalah pengolahan dan balikan. Dalam tahap ini,
seorang penilai dapat membantu perencanaan bahasa dalam perumusan tolak ukur
untuk menilai berhasil tidaknya usaha itu.
A. Kebijaksanaan
Bahasa
Kebijaksanaan
bahasa merupakan usaha kenegaraan suatu bangsa untuk menentukan dan menetapkan
dengan tepat fungsi dan status suatu bahasa. Kebijaksanaan bahasa mengikuti
rumusan yang disepakati dalam seminar Politik Bahasa Nasional yang diadakan di
Jakarta pada 1975 yang mengacu pada pertimbangan konseptual dan politis untuk
memberikan perencanaan, pengarahan dan menetapkan ketentuan-ketentuan yang
dipakai sebagai dasar pengolahan keseluruhan masalah kebahasaan yang dihadapi
oleh suatu bangsa secara nasional (Halim, 1976). Jadi kebijaksanaan merupakan
satu pegangan yang bersifat nasional yang mempunyai tujuan akhir, yakni sebagai
alat komunikasi verbal yang dapat digunakan secara tepat diseluruh negara dan
dapat diterima oleh segenap warga secara lingual, etnis, dan kultur yang
berbeda.
Masalah-masalah
kebahasaan yang dihadapi setiap negara tidak sama, sebab bergantung pada
situasi kebahasaan yang ada pada negara itu. Negara yang sudah memiliki sejarah
kebahasaan yang cukup, dan di dalam negara itu hanya ada satu bahasa saja
(meskipun dengan sekian dialek dan ragamnya) cenderung tidak mempunyai masalah
kebahasaan yang serius. Misalnya, Saudi Arabia, Jepang, Belanda, dan Inggris.
Tetapi di negara-negara yang terbentuk, dan memiliki sekian banyak bahasa
daerah akan memiliki persoalah kebahasaan yang cukup seriu, dan mempunyai
kemungkinan timbulnya gejolak sosial politik.
Peristiwa
pengangkata Bahasa Inidonesia yang terjadi pada tanggal 28 Oktober 1928 dalam
peristiwa Sumpah Pemuda dan penetapan Bahasa Indonesia menjadi bahasa negara
dalam Undang Undang Dasar 1945 itu tidak menimbulkan masalah atau reaksi
negatif dari suku-suku bangsa lain di Indonesia, meskipun jumlah penuturnya
lebih banyak.Oleh karena itu para pengambil keputusan dalam menentukan
kebijaksanaan bahasa yang menetapkan fungsi-fungsi bahasa Indonesia, bahasa daerah,
dan bahasa asing dapat melakukannya degan baik. Bahasa Indonesia ditetapkan
sesuai dengan kedudukannya, sebagai bahasa nasional dan bahasa negara, sebagai
lambang kebanggaan nasional, dan sebagai alat komunikasi nasional kenegaraan
atau intrabangsa: bahasa derah berfungsi sebagai lambang kedaerahan dan alat
komunikasi intrasuku: sedangkan bahasa asing berfungsi sebagau alat komunikasi
antar-bangsa dan alat penambah ilmu pengetahuan.
Keperluan
suatu negara untuk memiliki sebuah bahasa yang menjadi identitas nasionalnya
dan satu bahasa, atau lebih, yang menjadi bahasa resmi kenegaraan tidak selalu
bisa dipenuhi oleh bahasa-bahasa asli pribumi: Filipina dapat memenuhi
sebagian; sdangkan Somalia tidak dapat sama sekali. Berkenaan dengan itu, dalam
perencanaan bahasa dikenal adanya negara tipe endoglosik, seperti indonesia;
tipe eksologsik-endoglosik, seperti Filipina; dan tipe eksologsik seperti
Somalia. Lebih lanjut lihat bagan yang diangat dari Moeliono 1983.
Negara Tipe
Endoglosik
No
|
Negara
|
Bahasa
Nasional
|
Bahasa
resmi kenegaraan
|
Bahasa
resmi kedaerahan
|
1
2
3
4
5
|
Indonesia
Malaysia
Thailand
Belgia
R.R.China
|
Indonesia
Malaysia
--
--
Putunghua
|
Indonesia
Malaysia
1
Thai
Belanda
Perancis
Putunghua
2
|
--
--
--
--
--
|
Keterangan:
1. Antara
tahun 1957, tahun proklamasi kemerdekaan persekutuan Tanah Melayu, sampai tahun
1967 bahasa Melayu dan bahasa Inggris merupakan bahasa resmi di Malaysia. Sejak
tahun 1967 hanya bahasa Malaysia yang menjadi bahasa resmi.
2. Putunghua
(bahasa bersama) adalah bahasa nasional China sejak tahun 1955. Di Taiwan
disebut Guoyu (bahasa nasional). Putunghua berdasar pada bahasa bahasa China
Utara dan bahasa China dialek kota Beijing.
Negara
Tipe Eksoglosik-Endoglosik
No
|
Negara
|
Bahasa Nasional
|
Bahasa resmi kenegaraan
|
Bahasa resmi kedaerahan
|
1
2
3
4
5
|
Filipina
India
Singapura
Tanzania
Ethiopia
|
Pilipino 1
Hindi
Melayu
Swahili
Amhar
|
Pilipino
Inggris
Spanyol 2
Hindi
Inggris
Melayu
Mandarin
Tamil
Inggris
Swahili
Inggris
Amhar
Inggris
|
--
(sebelas bahasa berdasarkan
konstitusi, a.l. telugu, Tamil, dan benggali)
--
--
--
|
Keterangan:
1. Antara
tahun 1946-1972 nama bahasa nasional Filipina adalah Pilipino (dengan huruf P)
yang berdasarkan pada bahasa Tagalog lalu setelah itu diubah menjadi Filipino,
yang diusahakan berdasarkan unsur semua bahasa daerah yang ada di Filipina.
2. Bahasa
Spanyol hanya menjadi bahasa resmi antara tahun 1946-172, setelah itu tdak
lagi.
Negara
Tipe Eksoglosik
No
|
Negara
|
Bahasa Nasional
|
Bahasa resmi kenegaraan
|
Bahasa resmi kedaerahan
|
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
|
Somalia
Haiti
Senegal
Liberia
Mauritania
Sudan
Papua
Nugini
Nigeria
Ghana
R.R. Kongo
|
Somalia
Arab
Kreol
Wolof
--
Arab
Arab
Tok Pisin
Hiri Mott
--
Prancis
--
|
Inggris
Italia
Prancis
Prancis
Inggris
Prancis
Inggris (lalu diganti Arab)
Inggris
Inggris
Inggris
Prancis
|
--
--
--
--
--
--
--
--
Hausa
--
Kituba
Luba
Lingala
Swahili
|
Tujuan
kebijaksanaan bahasa ialah berlangsungnya komunikasi kenegaraan dan komunikasi
intrabangsa dengan baik, tanpa menimbulkan gejolak sosial dan emosional yang
dapat mengganggu stabilitas bangsa. Chaer dan Agustina (1995) menjelaskan,
bahwa kebijaksanaan untuk mengangkat satu bahasa tertentu sebagai bahasa
nasional sekaligus sebagai bahasa negara boleh saja dilakukan asalkan tidak
membuat bahasa lain ang ada dalam negara itu menjadi tersisish atau membuat
penuturnya menjadi resah sehingga akhirnya dapat menimbulkan gejolak sosial.
Selain itu kebijaksanaan bahasa harus pula memberi pengarahan terhadap
pengolahan materi bahasa yang biasa disebut korpus bahasa. Korpus bahasa
menyangkut semua komponen bahasa, yaitu fonologi, morfologi, sintaksis,
kosakata, dan sistem semantik.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Telah
kita lihat bahwa perencanaan bahasa tidaklah selalu terencana sebagaimana orang
merencanakan suatu usaha. Namun ada usaha-usaha perorangan atau kelompok
manusia yang secara sadar atau tidak sadar mempengaruhi bentuk serta fungsi
suatu bahasa. Saat ini pihak yang terlibat dalam perencanaan bahasa di
Indonesia adalah Pusat Pengembangan dan Pembinaan Bahasa yang berdiri sejak 01
April 1975. Kemudian namanya berubah pada tahun 2000 menjadi Pusat Bahasa yang
tugasnya sebagai pelaksana kebijakan di bidang penelitian dan pengembangan
bahasa. sasaran perencanaan bahasa yaitu Pembinaan dan pengembangan bahasa yang
direncanakan ( sebagai bahasa nasional, bahasa resmi kenegaraan, dan sebagainya
), dan Khalayak di dalam masyarakat yang diharapkan akan menerima dan
menggunakan saran yang diusulkan dan ditetapkan. aspek-aspek yang akan dilaksanakan
sebagai tujuan perencanaan adalah Pembakuan ( standarisasi ), Modernisasi (
intelektualisasi ), Grafisasi ( tulisan dan ejaan. Adapun jenis-jenis masalah
atau kendala yang sering timbul dalam perencanaan bahasa antara lain Dari segi
bahasa, Dari segi warga pemakai bahasa Indonesia, Dari segi pelaksana, Dari
segi proses perencanaan bahasa. Suatu rencana pasti akan mengalami hambatan
dalam pelaksanaannya. Hambatan boleh saja terjadi ketika perencanaan sedang
disusun, bahkan ketika suatu rencana sedang dilaksanakan. Hambatan-hambatan itu
meliputi Pemegang tampuk kebijakan, Sikap penutur bahasa, Dana, dan Ketenagaan.
1 komentar:
Min gabad referensinya?
Posting Komentar